Di hari berkabung itu, semua mata basah. Seorang perempuan berkerudung meratap di depan jenazah. Tangisnya sejak tadi malam tak berhenti. Dua gadis remaja, berwajah mirip dengan perempuan berkerudung itu, juga menangis. Mata mereka seolah tak bisa percaya tubuh yang terbujur di depan mereka, selama ini sudah menjadi bagian hidup mereka. Menafkahi mereka sejak kecil.
Sementara, dibarisan belakang, seorang wanita lain juga menangis. Matanya sembab. Wajahnya tak terlalu tua. Kulitnya yang putih bersih jadi kelihatan pucat. Hatinya menjerit. Ia ingin memeluk jenazah di depan sana tapi tak berani. Apa kata orang nanti. Ia bukan siapa-siapa. Bahkan ia tak kenal seorang pun di rumah duka ini. Ia hanya mengenal lelaki itu. Tapi, kini lelaki itu sudah tak bisa bicara lagi. Padahal ia mau bilang, bahwa sejak dua pekan lalu ia sudah mual-mual.
Di luar rumah, di dalam sebuah Mercedez, perempuan berok mini juga menangis. Eye shadownya luntur. Selembar tisu terus diusapkan ke matanya. Ia tak berani turun dari mobilnya. Padahal, begitu ingin ia melihat lelaki itu untuk yang terakhir kalinya. Lelaki itu, begitu baik padanya. Ia mengenang mengenal lelaki itu di sebuah malam. Ketika itu, ia malu-malu berdiri untuk ikut kontes. Di sebuah room karaoke. Lelaki itu memilihnya untuk menemaninya bernyanyi. Setelah itu mereka jadi dekat. Sangat dekat.
Di pekuburan yang hanya ada beberapa penggali kubur, seorang perempuan berkacamata hitam berdiri dibawah pohon Kamboja. Matanya sembab. Ia menatap kosong pada dua orang penggali kubur itu. Tadi malam, ia masih mengirimkan pesan BBM pada lelaki itu. Menanyakan kabarnya. Mengatakan ia rindu. Tapi tadi pagi, lewat broadcast message ia menerima kabar buruk. Lelaki itu meninggal. Katanya kena serangan jantung. Dunia seakan runtuh. Kini ia hanya bisa memandang kubur yang akan menjadi tempat istirahat lelaki yang dicintainya itu. Ia sengaja datang ke pekuburan lebih dulu. Sungguh ia tak berani ke rumah lelaki itu. Isterinya pasti akan naik darah jika melihatnya.
Ketika melihat update status BBM, saya menemukan nama Tjokro Sandi. Tadi malam untuk yang terakhir kali ia menulis seperti ini: Personal Message: Mohon maaf atas semua kesalahan saya. Saya mencintai kalian semua.
Jakarta, 5 Juni 2015
No comments:
Post a Comment