Saturday, 13 September 2014

Terancamnya Rezim Pemilu

Usai Pileg dan Pilpres 2014, jagad politik Indonesia kembali heboh. Bukan soal hasil pilpres yang sudah dimenangkan oleh pasangan capres dan cawapres Jokowi-Jusuf Kalla, melainkan soal pemilukada yang akan dilaksanakan tahun 2015.

Masih menggantungnya RUU Pemilukada di DPR RI periode 2009-2014 memang akan menjadi epilog bagi parlemen periode ini. Koalisi Merah Putih yang kalah di Pilpres kemudian membuat manuver dengan ingin mengembalikan Pemilukada ke tangan para wakil rakyat di DPRD. Padahal, semula isu soal ini tak begitu santer. Media massa, para pengamat politik di Indonesia kemudian ramai bergunjing soal ini. Televisi dan koran membahasnya habis-habisan. Para tokoh elit dari Koalisi Merah Putih diundang untuk berkomentar. Saya menonton beberapa show mereka di televisi.

Sebagai penyelenggara pemilu, saya memang terusik dengan urusan ini. Walaupun, seorang rekan saya, Rahmat Ceper dalam akun twitternya "merepet" soal ini. Ia mengatakan bahwa urusan pemilukada kembali ke DPRD ini substansinya bukan soal memperjuangkan hak rakyat, melainkan kepentingan sekelompok orang. Saya geli saja membaca ocehan Rahmat di twitter. Tapi begitulah, apa yang disampaikan Rahmat boleh jadi benar. Ia mengatakan, saya terusik soal isu ini karena menyangkut kepentingan, peran dan eksistensi penyelenggara pemilu ke depan. Yes, itu benar. Dan benar juga, saya juga kan rakyat juga. Hehehehe.

Memang, persoalan "dikebirinya" hak rakyat untuk berpesta demokrasi dengan memilih kepala daerahnya menimbulkan kontroversi. Namun, di tengah rezim pemilu yang dikuasai oleh para penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) ini menjadi menarik dibicarakan. Saya memang tak happy jika kelak pemilukada diserahkan kembali ke DPRD. Ini sama saja kemunduran dalam demokrasi. Persoalan terjadi voter buying di pemilukada, ini menjadi tugas kita bersama untuk menyelesaikannya.

Seloroh, dalam sebuah acara diskusi dengan kawan-kawan Panwas di Sumut, saya bilang, jika memang nanti pemilukada dikembalikan ke DPRD, bisa juga nanti pileg akan hanya memilih parpol. Jadi tak akan ada lagi muncul nama-nama caleg. Kalau ini terjadi, saya jamin, anggota DPR pun akan berpikir ulang. Benar gak?


Medan, 13 September 2014

No comments:

Post a Comment