Sebuah pisau itu, harusnya tajam ke luar dan bukan sebaliknya, ke dalam. Ungkapan itu saya dapat dari seorang teman ketika ia frustasi menghadapi pimpinannya yang sering mengintimidasi bawahannya. Pimpinan tempatnya bekerja, selalu memberikan ancaman pemecatan jika anak buahnya tidak bekerja atau tidak menjalankan tugas sesuai keinginan pimpinan.
Peristiwa seperti yang dialami teman itu, memang jamak terjadi. Para pemimpin perusahaan atau lembaga seringkali salah menempatkan diri ketika memimpin "pasukannya". Mereka seolah menjadi "monster" bagi bawahannya, karena kerap mengeluarkan ancaman. Pengalaman saya menunjukkan, bahwa ada beberapa tipe pemimpin yang memiliki corak berbeda. Saya menggambarkan adanya empat spektrum yang saling bertolak belakang dalam tipe-tipe kepemimpinan. Spektrum itu adalah, Tipe Otoriter Vs Tipe Laizess Faire serta Tipe-Pseudo Demokratis Vs Tipe Demokratis.
Tipe kepemimpinan yang diungkapkan dalam ungkapan "pisau yang tajam ke dalam" itu merupakan ciri dari kepemimpinan Otoriter. Cirinya sederhana saja, biasanya pemimpin otoriter selalu secara tidak sadar menempatkan dirinya sebagai pendikte. Mereka juga biasanya selalu menunjuk dan memberikan perintah dalam bentuk instruksi. Selain itu, akan jarang sekali diadakan musyawarah untuk mendengar keluhan bawahannya. Para pemimpin tipe otoriter biasanya melakukan pengawasan dengan cara controlling dan acap kali melakukan inspeksi terhadap bawahannya.
Tipe kepemimpinan otoriter tentu berdampak buruk dalam sebuah organisasi. Untuk menandai ciri kepemimpinan ini, biasanya akan muncul kelompok oposisi yang bergerak di bawah tanah. Namun, disisi lain akan muncul sikap dari bawahan yang selalu membenarkan sikap pimpinan alias ABS. Parahnya, sikap frustasi para bawahan akibat tipe kepemimpinan otoriter akan menimbulkan sikap apatis. Para bawahan akan tak peduli dengan pekerjaannya dan cenderung menyelamatkan diri mereka atas koreksi yang dilakukan pimpinannya.
Sementara tipe kepemimpinan otoriter bekerja atas kontrol dan dikte yang sangat kuat, maka kebalikannya, tipe Laizess Faire yang sangat permisif terhadap banyak hal. Sedangkan tipe Pseudo-Demokratis cenderung mencitrakan pemimpin sebagai diplomasi yang semu. Seolah-olah bahwa semua keputusan dibuat dengan demokratis, namun sesungguhnya, pimpinan jugalah yang mengambil keputusan.
Tipe kepemimpinan Demokratis tentu menjadi pilihan yang harus menjadi jawaban persoalan dari masalah teman saya tadi. Melalui tipe demokratis, pemimpin akan lebih banyak menstimulus para bawahannya untuk lebih produktif bekerja. Pemimpin tipe ini juga akan mendorong para bawahannya untuk melakukan tindakan sesuai kepentingan dan kesanggupan bersama. Mereka juga biasanya selalu terbuka atas kritik atau pendapat dari para bawahannya dan menganggap hal itu merupakan bagian dari pekerjaan mereka. Dan yang paling penting adalah para pimpinan dengan tipe demokratis selalu mendelegasikan kekuasaannya disertai tanggungjawab untuk dilaksanakan bawahan. Hal ini tentu bisa dilakukan, karena para pimpinan tipe demokratis selalu terbuka untuk mengembangkan kapasitas diri pribadi sebagai pemimpin dan bukan sebagai bos.
Semoga, kita dapat belajar dari empat spektrum tipe kepemimpinan ini. Agar lebih baik.
Medan, 4 Januari 2014
No comments:
Post a Comment