Jumat, 27 Desember 2013, saya baru saja turun dari pesawat Garuda yang membawa saya ke Jakarta. Tujuan saya adalah menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakornas) Bawaslu Provinsi se-Indonesia yang sedianya akan dilaksanakan dua hari.
Begitu menghidupkan blackberry, saya mendapati, lampu pesan berwarna merah di smartphone itu berkedip-kedip. Saya kemudian membaca pesan disana. Fatikhatul, sahabat saya, sesama anggota Bawaslu di Provinsi Lampung menyampaikan kabar. "Sudah baca SE KPU 860?" Saya bingung, SE KPU apalagi ini. Sehari sebelum berangkat, saya memang menyiapkan bahan-bahan monitoring terkait dana kampanye partai politik agar dikerjakan Panwas Kabupaten/Kota se-Sumut.
Saya membalas pesan Fatikhatul dengan bertanya, terkait apa SE KPU tersebut. Tepat dugaan saya, SE KPU bernomor 860 tertanggal 24 Desember itu berkaitan dengan Pelaporan Dana Kampanye Parpol Tahap I ke KPU. Bergegas saya minta pada Fatikhatul agar dikirimi salinan SE KPU tersebut. Sambil duduk diatas taksi yang membawa saya ke Hotel Kaisar, tempat acara berlangsung, saya tertawa membaca surat edaran tersebut. Terus terang, semangat saya luntur membaca SE KPU yang sangat kontradiksi dengan PKPU No 19/2013 tentang jadwal tahapan pemilu 2014. Ah, saya sampai tak bisa bicara apapun.
Tak lama, smartphone saya berdering-dering. Teman-teman Panwas Kabupaten/Kota di Sumut kebingungan. Pasalnya, setelah kemarin kami bersepakat akan mengawasi pelaporan dana kampanye tahap I secara ketat, dimana sesuai jadwal dilaksanakan paling lambat tanggal 27 Desember, maka SE KPU itu membuat ceritanya jadi lain. Pertama, dalam SE KPU tersebut disebutkan bahwa waktu pelaporan dana kampanye tahap I diperpanjang selama dua hari. Artinya, KPU memberi kelonggaran sampai tanggal 29 Desember 2013 bagi parpol yang belum melaporkan dana kampanyenya. Kedua, dalam SE KPU itu juga disebut, sebagai bagian dari pendidikan politik, jika parpol belum bisa menyerahkan laporan dana kampanyenya pada tanggal 29 Desember 2013, maka akan bisa diserahkan lagi, tetapi dengan membuat surat keterangan terlambat. Oalah!!!
Saya kecewa, benar-benar kecewa. Bagi saya, esensi pengawasan pemilu tentu termasuk mengawasi dana kampanye. Lihatlah di Pemilu Amerika, pengawasan terhadap dana kampanye begitu ketat. Dana yang disumbang dan dinyatakan berlabel "haram" akan menjadi masalah yang berat. Tapi disini lain cerita. Ini belum lagi bicara soal dana kampanye. Ini masih bicara soal kepatuhan mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan. Dan kita sudah sangat longgar.
Ada apa dengan KPU? Saya tak mau menduga-duga terlalu jauh apa yang dipikirkan oleh teman-teman KPU sehingga mengeluarkan SE KPU 860 itu. Bagi saya, jika kepatuhan pada jadwal saja tak bisa ditegakkan, tentu akan sangat berat untuk berbicara mengenai pengawasan dana kampanye parpol di pemilu 2014 ini.
Dalam perspektif pendidikan politik, tentu, dimana-mana akan ada aspek reward dan punishment. Maka tentunya, agak kurang tepat jika KPU masih bicara perspektif pendidikan politik tapi tanpa melihat kedua aspek diatas. Ini tentunya sangat menggelisahkan para pengawas pemilu. Kawan-kawan saya di Panwas Kabupaten/Kota se-Sumut gamang. Molornya waktu membuat mereka tak tahu harus bagaimana bersikap melakukan pengawasan. Ah, naif jika saya kemudian menyalahkan teman-teman KPU. Bukankah sejatinya, permasalahan ini tidak berada di KPU. Permasalah terbesar kita adalah bagaimana sebagai sebuah bangsa, kita harus punya tekad yang sama untuk membangun demokrasi dan pemilu yang adil. Itu saja!
Medan, 31 Desember 2013
Begitu menghidupkan blackberry, saya mendapati, lampu pesan berwarna merah di smartphone itu berkedip-kedip. Saya kemudian membaca pesan disana. Fatikhatul, sahabat saya, sesama anggota Bawaslu di Provinsi Lampung menyampaikan kabar. "Sudah baca SE KPU 860?" Saya bingung, SE KPU apalagi ini. Sehari sebelum berangkat, saya memang menyiapkan bahan-bahan monitoring terkait dana kampanye partai politik agar dikerjakan Panwas Kabupaten/Kota se-Sumut.
Saya membalas pesan Fatikhatul dengan bertanya, terkait apa SE KPU tersebut. Tepat dugaan saya, SE KPU bernomor 860 tertanggal 24 Desember itu berkaitan dengan Pelaporan Dana Kampanye Parpol Tahap I ke KPU. Bergegas saya minta pada Fatikhatul agar dikirimi salinan SE KPU tersebut. Sambil duduk diatas taksi yang membawa saya ke Hotel Kaisar, tempat acara berlangsung, saya tertawa membaca surat edaran tersebut. Terus terang, semangat saya luntur membaca SE KPU yang sangat kontradiksi dengan PKPU No 19/2013 tentang jadwal tahapan pemilu 2014. Ah, saya sampai tak bisa bicara apapun.
Tak lama, smartphone saya berdering-dering. Teman-teman Panwas Kabupaten/Kota di Sumut kebingungan. Pasalnya, setelah kemarin kami bersepakat akan mengawasi pelaporan dana kampanye tahap I secara ketat, dimana sesuai jadwal dilaksanakan paling lambat tanggal 27 Desember, maka SE KPU itu membuat ceritanya jadi lain. Pertama, dalam SE KPU tersebut disebutkan bahwa waktu pelaporan dana kampanye tahap I diperpanjang selama dua hari. Artinya, KPU memberi kelonggaran sampai tanggal 29 Desember 2013 bagi parpol yang belum melaporkan dana kampanyenya. Kedua, dalam SE KPU itu juga disebut, sebagai bagian dari pendidikan politik, jika parpol belum bisa menyerahkan laporan dana kampanyenya pada tanggal 29 Desember 2013, maka akan bisa diserahkan lagi, tetapi dengan membuat surat keterangan terlambat. Oalah!!!
Saya kecewa, benar-benar kecewa. Bagi saya, esensi pengawasan pemilu tentu termasuk mengawasi dana kampanye. Lihatlah di Pemilu Amerika, pengawasan terhadap dana kampanye begitu ketat. Dana yang disumbang dan dinyatakan berlabel "haram" akan menjadi masalah yang berat. Tapi disini lain cerita. Ini belum lagi bicara soal dana kampanye. Ini masih bicara soal kepatuhan mengikuti jadwal yang sudah ditetapkan. Dan kita sudah sangat longgar.
Ada apa dengan KPU? Saya tak mau menduga-duga terlalu jauh apa yang dipikirkan oleh teman-teman KPU sehingga mengeluarkan SE KPU 860 itu. Bagi saya, jika kepatuhan pada jadwal saja tak bisa ditegakkan, tentu akan sangat berat untuk berbicara mengenai pengawasan dana kampanye parpol di pemilu 2014 ini.
Dalam perspektif pendidikan politik, tentu, dimana-mana akan ada aspek reward dan punishment. Maka tentunya, agak kurang tepat jika KPU masih bicara perspektif pendidikan politik tapi tanpa melihat kedua aspek diatas. Ini tentunya sangat menggelisahkan para pengawas pemilu. Kawan-kawan saya di Panwas Kabupaten/Kota se-Sumut gamang. Molornya waktu membuat mereka tak tahu harus bagaimana bersikap melakukan pengawasan. Ah, naif jika saya kemudian menyalahkan teman-teman KPU. Bukankah sejatinya, permasalahan ini tidak berada di KPU. Permasalah terbesar kita adalah bagaimana sebagai sebuah bangsa, kita harus punya tekad yang sama untuk membangun demokrasi dan pemilu yang adil. Itu saja!
Medan, 31 Desember 2013
No comments:
Post a Comment