Sunday, 1 December 2013

Money Politic atau Voter Buying

Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Sumut, sepekan lalu dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, saya melontarkan perubahan idiom money politic (politik uang) dengan istilah voter buying (membeli pemilih). Ketika gagasan ini saya lontarkan, wartawan senior Harian Analisa, War Djamil langsung memprotes saya. Ia menyebutkan tak perlu menghalus-haluskan idiom money politic dengan istilah baru. Hal ini karena menurutnya, memang itulah keadaan yang benar-benar terjadi.

Saya memahami apa yang dipikirkan Pak War Djamil ketika mendebat saya soal idiom tersebut. Tapi saya punya beberapa alasan mengapa ingin merubah idiom itu. Saya tak bermaksud menghaluskan idiom money politic yang kadung sudah akrab di telinga masyarakat Indonesia. Pengamatan saya, idiom money politic seperti sudah menjadi mendarah daging di masyarakat kita. Lihatlah, serendah-rendahnya pengetahuan berbahasa Inggris orang Indonesia, pasti kalau disebutkan idiom money politic, ia akan mengerti. Banyak orang yang kemudian memaknai money politic sebagai pemberian uang akibat kepentingan politik. Itu saja. Nah ini tentu kesalahan mendasar. Idiom money politic jelas merusak tatanan struktur politik di Indonesia. Muncul persepsi bahwa politik itu lekat dengan uang. Muncul lagi persepsi bahwa politik itu kotor karena selalu bersentuhan dengan uang. Ah, sangat naif sekali. Lihatlah, ada juga kesalahan idiom yang diciptakan para aktivis ketika Pemilu 2009. Ada slogan."Terima Uangnya, Jangan Pilih Orangnya". Ini jelas idiom yang mengajarkan orang untuk permisif menerima money politic. Tetap saja bahwa kita mengajarkan kepada masyarakat agar menerima uang akibat politik. Ah, ini lebih naif.

Maka itu, saya kemudian ingin menggagas bahwa penting dibuat idiom baru seperti voter buying agar aktivitas jual-beli suara pemilih dalam pemilu, tidak terlalu lebar spektrumnya. Bahwa yang dimaksud money politic itu tak lebih dari voter buying. Bahwa apa yang dikeluarkan para caleg, misalnya, memasang spanduk atau membagikan kartu nama, kemudian memberi uang pada tim suksesnya, bukanlah disebut money politic. Atau memberi bantuan untuk membangun mesjid juga bukan dikategorikan sebagai money politic. Jika disebut itu cost of politic ya tentu saja benar. Nah, sekarang, mohon, enyahkan idiom money politic dari kepala Anda. Karena politik itu sesungguhnya baik. Seperti juga jurnalisme, yang mengajarkan nilai-nilai luhur mendidik publik. Semoga Anda paham. terimakasih.


28 November 2013



No comments:

Post a Comment