Thursday 2 November 2017

Menunggu Shairafil Qadar

Bulan ini genap sudah tiga bulan kami berhutang. Keluarga miskin yang tak punya apapun lagi untuk dijual. Sungguh, kami kebingungan. Sementara wajah seram sang rentenir, menghantui tidur kami sekeluarga. Isteriku, menangis tak henti sejak kemarin. Hatinya berduka karena belitan hutang yang peri itu. Anakku juga menangis, karena melihat ibunya menangis. Sementara aku, aiirmataku rasanya sudah kering. Menangis tak akan membuat hutang pada rentenir itu lunas. Aku bahkan tak tahu apakah harus menangis atau tak tahu harus pergi kemana lagi untuk mencari pinjaman menutup hutang pada rentenir itu.

Aku sudah berkeliling kampung mencari pinjaman. Sekedar untuk menutup sebagian kecil hutang. Gajiku sebagai pencuci piring di kedai makanan di Bana'an hanya cukup untuk makan kami bertiga. Tak lebih untuk sekedar mencicil hutang.

Kehinaan akan hutang ini semakin menjadi-jadi. Aku kini cuma berdoa pada Allah. Memintanya mengirimkan Shairafil Qadar, sang malaikat penebus hutang. Isteriku sama sekali tak percaya, bahwa akan muncul seorang malaikat di depan gubuk kami. Memberikan dinar untuk membayar hutang. Mustahil, katanya. Namun, entah kenapa aku tetap saja meminta agar Shairafil Qadar hadir. Bermalam-malam aku bersujud melirihkan permintaan sederhana itu. Tanpa rasa bosan atau kecewa.

Suatu malam, pintu gubuk kami digedor. Mendengar cara memukul pintu, aku sudah tahu, pastilah bukan Shairafil Qadar yang datang. Tak lain itu hanyalah suruhan sang rentenir untuk menagih hutang padaku. Kunantikan gedoran kedua sebelum bangkit dari sujud. Sungguh, cuma sunyi yang ada. Tak ada gedoran ke pintu lagi. Aku menunggu.

Berjalan gontai aku menuju ke pintu sambil berdoa agar suruhan sang rentenir mungkin kelupaan gubuk ku ini. Berderit pintu ketika kubuka. Tak ada manusia. Hanya gelap dan sepi. Mataku mencari-cari sesosok tubuh berdiri di depan pintu. Bayanganku, ia akan berkacak pinggang, memegang cambuk atau apapun yang bisa dipukulkan pada diriku, kalau dia kesal. Tapi tak ada siapapun. Hanya ada segumpal bungkusan dibalut kain rombeng. Lama aku terpana menatapnya. Tanganku ragu memeriksa isi bungkusan itu. Tapi karena harus menutup pintu, aku menarik bungkusan itu ke dalam gubuk dan menutup pintu. Kilat lampu teplok di dinding berpendar berwarna kuning, ketika bungkusan itu kubuka. Bongkahan dinar ada disana. Takbir ku berkumandang. Shairafil Qadar tadi mampir ke gubukku. Meninggalkan dinar, seperti yang pernah ia lakukan pada Syekh Abdul Qadir Al-Jailani ketika terbelit hutang. Dan aku melanjutkan sholat malam kembali, sambil menangis.

*) Kisah Shairafil Qadar diceritakan dalam buku berjudul "Samudera Hikmah Syekh Abdul Qadir Al-Jailani". Dalam buku tersebut diceritakan bahwa waliyullah itu didatangi seorang malaikat utusan Allah SWT ketika sedang terlilit hutang.

No comments:

Post a Comment