Sunday, 2 March 2014

Relawan Tanpa Bayaran

Merekrut relawan tanpa honor mungkin termasuk "mission impossible" saat ini. Apalagi sejak Pemilu 1999, 2004 dan 2009, terus terjadi pergeseran nilai-nilai voulenterism di Indonesia. Voulenter atau relawan kini tak bisa dikatakan rela. Serela-relanya relawan, ya pasti ujung-ujungnya mengharapkan uang. Dan kini, Bawaslu dengan kekuatannya menggagas kembali kerelawanan itu tumbuh di Indonesia.

Ketika mendengar Pimpinan Bawaslu RI, Nashrullah bersemangat menjelaskan soal Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP), saya menangkap gagasan ini bukan sekedar sebuah gerakan massif untuk mengawasi pemilu, tetapi untuk memperbaiki semangat ke-relawanan yang saya sebut diatas. Maka, adrenalin saya pun bergolak. Saya ingin gerakan berlabel "mission impossible" ini bisa terwujud. Tak perduli apakah target sejuta itu bisa tercapai atau tidak, jajaran pengawas pemilu di Sumut saya ajak untuk bersama mendukung gagasan ini.

Saya ingin lebih dulu menjelaskan soal pergeseran semangat ke-relawanan yang kini semakin bergeser dari khittahnya. Sebenarnya ini masalah sederhana. Kelatahan para peserta pemilu juga lah yang menyebabkan ini terjadi. Lihat saja, sedikit-dikit ada pemilu, baik pemilukada atau pileg, para calon buat tim yang diberi status "relawan". Padahal sejatinya, relawan yang dibentuk itu adalah kamuflase dari tim sukses. Kalau bicara tim sukses ya tentu saja ada dana yang dikeluarkan. Nah, dari sini, semangat ke-relawanan itu kemudian perlahan bergeser. Relawan sih relawan, tapi kalau disuruh rela serela-relanya tentu jadi tak rela.

GSRPP tentu punya maksud untuk "melawan" pergeseran nilai-nilai kerelawanan itu. Gagasan yang ingin mengembalikan semangat   ke-relawanan untuk duduk pada hakikatnya, tentu tak mudah. Saya pernah bertemu dengan pimpinan ormas yang langsung mengundurkan diri ikut GSRPP usai mendengar tak ada dana yang bisa diberikan. Dengan nada mengejek, ia tak bersedia ikut dengan Bawaslu Sumut mendukung GSPP. Saya hampir menangis mendengar jawaban itu. Bukan sedih karena pimpinan ormas serta pendukungnya mundur dari GSRPP, tetapi membayangkan hal yang sama akan dialami teman-teman pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota.

Ah, keabsurdan bahwa relawan itu juga harus dibayar, semakin menguatkan saya untuk menggalang dukungan. Terbukti, saya menjumpai orang-orang baik yang ternyata punya pikiran berbeda. Masih banyak juga rupanya yang merindukan semangat ke-relawanan itu kembali ke jati dirinya. Merekalah yang kini bergerak. Tanpa pamrih, tanpa bayaran apapun.

GSPP mengutip ucapan Ketua Bawaslu, Muhammad, merupakan mahkotanya pengawas pemilu. Pasca ditolaknya Dana Mitra PPL dikucurkan oleh pemerintah, Bawaslu kini tak punya pilihan lain. GSRPP menjadi "emergency exit" untuk membantu jajaran pengawas pemilu melakukan pengawasan. Kekuatan pengawas pemilu tentu tak akan mampu jika tak didukung relawan untuk mengawasi pemilu. Semoga, niat baik ini bisa terlaksana.

No comments:

Post a Comment