Sunday, 1 December 2013

Pilih APK atau Dialog?

Pekan-pekan menjelang akhir tahun 2013, Jajaran Pengawas Pemilu di Sumatera Utara (Sumut) masih disibukkan dengan masalah bagaimana mengawasi Alat Peraga Kampanye (APK) yang bertebaran di setiap sudut jalan. Saya pribadi meragukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 Tahun 2013 Tentang Alat Peraga Kampanye bisa berjalan efektif. Pasalnya, saya menilai adanya kelemahan di aturan tersebut akibat ketiadaan sanksi terhadap pelaku pelanggaran.

Maka itu, pertanyaan kawan-kawan pengawas pemilu di tingkat kabupaten/kota di Sumut sering jawab dengan enteng. "Lho, memangnya ngapain kita repot-repot. Perlu diingat bahwa kalau pun soal APK ini dilanggar peserta pemilu, bahwa yang dilanggar itu aturan KPU. Bukan aturan pengawas pemilu," demikian saya biasanya menjawab.

Maka itu, saya dalam berbagai kesempatan bertemu dengan para calon anggota legislatif di ruang publik, selalu mengingatkan bahwa pentingnya untuk mengedepankan dialog ketimbang memasang APK. Saya sejak dulu berkeyakinan bahwa, APK dalam bentuk iklan luar ruang dan iklan melalui media massa, sangat tidak efektif untuk menarik pemilih.

Sebagai orang yang belajar ilmu komunikasi, saya meyakini apa yang dikatakan Al Ries dalam bukunya,"Fall of Advertising and Rise of Public Relations (2004)". Ries dalam buku itu dengan apik mencontohkan bahwa kini iklan bukanlah media yang baik untuk meningkatkan penjualan (selling). Iklan kini tak lebih dari sebuah medium yang tak mempunyai pengaruh besar bagi kehidupan masyarakat secara luas. Ries juga mencontohkan bahwa, iklan kini tak berbeda seperti lukisan yang hanya enak dipandang, tapi tak dibeli kecuali oleh orang yang benar-benar menyukainya.

Kembali ke soal APK yang dipajang dalam bentuk iklan di ruang-ruang publik, saya kok merasa hal ini merupakan pemborosan. Tak ada nilai lebih dari APK para caleg yang dipajang di ruang publik selain, jelas hal itu merupakan pelanggaran aturan berkampanye.

Bagi saya, dialog kepada publik secara langsung akan bisa meningkatkan bobot pencitraan seorang calon anggota legislatif. Menyampaikan visi dan misinya melalui jaringan tim kerja yang kuat, akan bisa membantu menjangkau khalayak secara luas dan tepat sasaran. Nah, kalau ini yang bisa dilakukan, maka pengawas pemilu gak perlu lagi galau mikirin APK yang bertebaran. Kan sama-sama enak.

1 Desember 2013

No comments:

Post a Comment