Saturday, 5 October 2013

Membenahi Daftar Pemilih Pemilu


Rapat kerja teknis Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi se-Indonesia yang diadakan oleh Bawaslu RI tanggal 2-4 Oktober 2013 di Jakarta, memfokuskan pada pelaksanaan penyusunan daftar pemilih pemilu 2014 yang telah sampai pada proses pencermatan kembali terhadap DPT yang telah ditetapkan sebelumnya oleh KPU Kab/Kota.
Sesuai keputusan KPU RI bahwa proses pencermatan DPT dilakukan (baca: ditunda) selama 30 hari sejak 13 September 2013. Artinya pada tanggal 13 Oktober mendatang, KPU sesuai Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2013 tentang Perubahan Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, DPRD Tahun 2014, harus sudah menetapkan DPT.
Dan sebagai bentuk pelaksanaan mandat UU 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, serta UU 8 Tahun 2012 Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Pengawas Pemilu melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyusunan daftar pemilih dimaksud, termasuk mengawal secara ketat proses pencermatan kembali DPT yang ditetapkan sebelumnya.
Sebenarnya, persoalan daftar pemilih pemilu 2014 ini tidaklah perlu hiruk-pikuk seperti ini jika saja kita semua menyadari bahwa partisipasi politik setiap warga Negara merupakan inti dari demokrasi. Maka itu, harus menjadi dogma bahwa demokratis-tidaknya suatu sistem politik ditentukan oleh ada-tidaknya atau tinggi-rendahnya tingkat partisipasi politik warganya.
Terjaminnya partisipasi politik warga untuk memilih dalam sebuah pemilu harus diakui sebagai corak demokrasi dalam sebuah system politik. Maka itu, hak pilih merupakan syarat penting bagai sebuah negara yang menganut faham konstitusional modern. “The right to vote, along with freedom of expression, assembly, association, and press, is one of the fundamental requirements of modern constitutional democracy”  (Dieter Nohlen, “Voting Rights”, dalam Seymour Martin Lipset, 1995)
            Untuk memberikan jaminan agar pemilih dapat menggunakan pilihnya, paling tidak harus tersedia daftar pemilih akurat yang memenuhi standar kualitas daftar pemilih. Kondisi saat ini tentu sangat mengkhawatirkan. Sejak Pemilu 2004 dan 2009, permasalahan daftar pemilih menjadi urusan pelik yang belum terpecahkan. Nah, pada Pemilu 2014 ini pun, KPU dan Kemendagri masih berkutat soal perbedaan daftar pemilih pemilu. Sesuatu yang rasanya sangat tidak bisa diterima, karena ini bukan masalah baru.
Tersedianya daftar pemilih yang standar pada pemilu, tentunya akan menunjukkan kualitas pemilu itu sendiri. Dari sisi standar kemanfaatan teknis, seharusnya ada beberapa aspek yang harus terpenuhi yakni;   daftar pemilih hendaknya mudah diakses oleh pemilih, mudah digunakan saat pemungutan suara, mudah dimutakhirkan, dan disusun secara akurat.

Nah, tentunya standar kemanfaatan teknis ini harus didukung sejak awal oleh semua pemangku kepentingan pemilu. KPU dan Kemendagri, sebagai pihak yang paling berkompeten mengurusi masalah ini, harus memformulasikan sistem pendaftaran pemilih.
Paling tidak ada dua dua jenis sistem pendaftaran pemilih yang bisa dilakukan, yaitu berdasarkan skala periode waktu serta berdasarkan hak dan kewajiban. Berdasarkan skala periode waktu, sistem pendaftaran pemilih ada tiga jenis, yaitu periodic list, continuous register or list, dan civil registry.
Sistem periodic list adalah sistem pendaftaran pemilih hanya untuk pemilu tertentu saja. Pendaftar pemilih dilakukan setiap kali hendak menyelenggarakan Pemilihan Umum sebagaimana diterapkan selama enam kali pemilihan umum pada Era Orde Baru.
Sistem continuous register or list adalah sistem pendaftaran pemilih untuk pemilu yang berkelanjutan. Artinya Daftar Pemilih Pemilu tidak dibuang melainkan dimutahirkan untuk digunakan pada Pemilu berikutnya baik itu untuk pemilu kepala daerah.
Sistem civil registry adalah pendaftaran pemilih berdasarkan pencatatan sipil (penduduk) untuk mendata nama, alamat, kewarganegaraan, umur dan nomor identitas. Dengan kata lain pada sistem ini data kependudukan sebagai dasar daftar pemilih memerlukan data-sharing agreements.
Berdasarkan model pendaftaran pemilih seperti ini, penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, wajib menggunakan data pemilih yang diberikan oleh instansi pemerintah yang bertugas mengurus administrasi kependudukan. Sistem inilah yang kemudian diterapkan dalam pemilu di Indonesia saat ini.  
Tanpa bermaksud menyudutkan para penyelenggara pemilu yang selama ini sudah bekerja keras menyusun daftar pemilih pemilu, saya berpendapat, tentunya harus disadari bahwa selain sistem civil registry itu, sebenarnya masih ada sistem lain yang bisa dipakai.  
Selain itu tentunya, para penyelenggara pemilu bisa mencermati sistem pendaftaran pemilih berdasarkan hak dan kewajiban. Sistem ini mencakup tiga jenis, yaitu pendaftaran sukarela (voluntary registration), pendaftaran wajib (mandatory registration), dan campuran sukarela-wajib (mix strategy).
Pada voluntary registration, memilih adalah hak, pemilih dapat memilih untuk mendaftar atau tidak dalam daftar pemilih. Prinsip yang dianut adalah prinsip pendaftaran berdasarkan prakarsa sendiri (self-initiated registration). Pada mandatory registration, memilih adalah kewajiban, pemilih wajib mendaftar/didaftar dalam daftar pemilih. Prinsip yang dianut adalah pendaftaran berdasarkan prakarsa negara (state-initiated registration). Pada mix strategy pemerintah memfasilitasi proses pendaftaran pemilih dan proses pendaftaran pemilih dilakukan sendiri oleh pemilih. Prinsip yang dianut adalah para warga Negara dan negara berbagi tanggungjawab dalam pendaftaran pemilih (citizens and the state share responsibility for registration).
Ketiga sistem ini tentu punya kelebihan dan kekurangan. Maka itu, sudah saatnya penyelenggara pemilu, baik itu KPU dan Bawaslu, duduk bersama menyepakati model daftar pemilih pemilu yang akan digunakan pada pemilu berikutnya. Sehingga, carut marut persoalan daftar pemilih ini tidak lagi terulang.

Aulia Andri, Pimpinan Bawaslu Provinsi Sumut

No comments:

Post a Comment