Tuesday, 28 August 2012

Memoar Seorang Pahlawan Amerika

Ia adalah icon kebanggaan masyarakat Amerika Serikat (AS), khususnya warga kulit hitam. Kedudukannya sebagai menteri luar negeri AS, saat ini, membuatnya menjadi salah satu orang yang paling dihormati di AS. Siapa lagi dia kalau bukan Collin Powell. Lelaki berusia 63 tahun ini memang sarat dengan prestasi gemilang.

Melalui buku otobiografinya ini, Powell menceritakan semua kisah penuh pesona perjalanan hidupnya. Powell yang lahir pada 5 April 1937 di New York, sebenarnya bukan siapa-siapa. Kedua orang tuanya hanyalah imigran asal Jamaika yang merantau ke New York. Layaknya imigran kulit hitam, orang tua Powell tinggal di kawasan imigran di sebelah selatan Bronx –salah satu wilayah di New York. Bahkan nama Colin Powell pun sebenarnya bukan nama aslinya. "Suatu waktu saya bertanya pada ayah, mengapa dia memilih nama yang tak pernah saya sukai. Apakah itu demi para leluhur? Ayah saya menjawab tidak. Dia membaca nama itu pada sebuah karcis kapal ketika saya akan dilahirkan" (hal 17).

Powell menghabiskan masa kecilnya di sebuah lingkungan kaum urban yang padat. Maka itu ia tumbuh seperti juga kebanyakan anak-anak kulit hitam di Amerika. "Saya sangat menyukai permainan adu layangan. Kami menghancurkan botol-botol bekas soda dalam sebuah kaleng jus dan meletakkan kaleng tersebut di atas jalan sampai mobil-mobil yang lewat menghancurkan kaca-kaca botol itu" (hal 16)

Ia kemudian menghabiskan masa remaja hingga menamatkan SMU tahun 1954 dari Morris High School, dan memperoleh gelar sarjana di bidang Geologi dari City College of New York pada tahun 1958.

Pensiunan Angkatan Darat dengan pangkat terakhir jenderal ini, memulai karirnya di militer dengan pangkat letnan dua. Pada awal-awal karirnya di militer, tahun 1962, Powell langsung diberi kepercayaan sebagai penasehat militer hingga menjadi petugas divisi operasi di Vietnam sampai tahun 1968. Kenyang menimba pengalaman di Perang Vietnam, Powell kemudian ditarik Markas Pertahanan AS Pentagon kembali ke Amerika.

Setelah itu ia diperintahkan untuk menambah pengetahuannya di Universitas George Washington. Dari universitas itu ia memperoleh gelar MBA (Master Bisnis Administration) tahun 1971. Kepiawaian Powell dibidang administrasi rupanya membawa keberuntungan. Ia diparkir menjadi asisten deputi direktur Kantor Manajemen dan Anggaran Belanja AS.

Tahun 1974, karir militernya mulai cerah. Keberadaanya di Lingkaran Dalam (inner cirle) birokrasi pemerintahan AS yang dipimpin Presiden Ronald Reagen membawanya menduduki posisi-posisi strategis.

Setelah menamatkan pendidikan strategi militer di National War College, Universitas Harvard, tahun 1976, Powell dipercaya mengambil alih komando Brigade II dari Divisi Airborne Ke-101 di Forth Campbell, Kentucky. Berturut-turut, dalam lima tahun, karir Powell menanjak pesat. Ia menjadi asisten deputi Sekretaris Pertahanan AS di tahun 1979.

Lantas menjabat asisten komandan Divisi IV Infantri di Fort Carson, Colorado dari tahun 1981 hingga 1983. Selanjutnya, mendapat promosi menjadi komandan di Forth Leavenworth, Kansas. Hingga menjadi asisten militer di Sekretaris Pertahanan AS, tahun 1983-1986.

Lagi-lagi karena jam terbangnya yang tinggi bertugas di luar negeri, Powell dipercaya memimpin Korps V tentara AS di Frankfrut, Jerman Barat. Cuma bertugas 12 bulan, tahun 1987, Powell kemudian ditarik ke Washington untuk duduk di kursi Penasehat Kemanan Nasional.

Dua tahun diparkir menjadi penasehat keamanan, Powell dipromosikan oleh Presiden Bush untuk menjadi Kepala Staf Gabungan Angkatan Bersenjata AS, tahun 1989. Sebuah jabatan tertinggi di struktur Angkatan Bersenjata AS.

Tak banyak orang terkejut dengan promosi itu. Bahkan Menteri Pertahan Dick Channey merekomendasikan dengan sangat lengkap tentang dirinya. Powell diangggap pantas menduduki jabatan itu setelah berkarir selama 27 tahun di militer. Ditambah lagi pengalamannya menduduki berbagai jabatan strategis selama ini. Dan benar, Powell memang berhasil membuktikan itu.

"Dia (Channey) memberi tanda pada penilaiannya mengenai prasyarat jabatan itu. Saya mengenal jalan Pentagon dan Gedung Putih. Saya memiliki kredit-kredit komando militer yang diperlukan. Saya mengerti pengendalian persenjataan, sebuah soal teratas dalam agenda Bush. Dan dia merasa bahwa dia dan saya dapat bersama-sama." (hal 515)

Ketika Perang Teluk pecah di tahun 1991, Powell memegang peranan penting. Berbagai operasi militer yang dilakukan AS untuk mengusir Angkatan Bersenjata Irak dari Kuwait memang terbukti ampuh. Dan Powell ada dibelakangnya. Dia menjadi arsitek utama di Pentagon untuk memenangkan perang antara AS dengan negara Saddam Husein itu.

Selain itu, selama menjabat Kepala Staf Gabungan, Powell mengalami banyak peristiwa besar. Sebut saja beberapa peristiwa ketika AS menyerbu Somalia di tahun 1992. Powell juga merupakan tokoh penting disana. Kemudian krisis berkepanjangan di Bosnia yang tejadi di tahun 1993.

Powell memang menjadi kebanggaan Amerika. Dia berhasil menegakkan eksistensi politik luar negeri AS dengan kekuatan militer. Ia tercatat telah melayani tiga presiden AS –Reagen, Bush dan Clinton, dalam posisi puncak dalam masalah keamanan nasional, pertama menjadi deputi kemanan nasional dan kemudian menjadi penasehat keamanan nasional dan sebagai Kepala Staf Gabungan.

Powell pensiun dari dinas militer pada tahun 1993. Jabatan sebagai Kepala Staf Gabungan pun dilepasnya. Atas pengabdiannya selama 35 tahun di Angkatan Bersenjata AS, Powell telah menerima banyak penghargaan. Ia dianugrahi The Ronald Reagan Freedom Award oleh Presiden Ronald Reagan, tahun 1993. Selain itu, Powell juga mendapatkan beberapa medali penghargaan, diantaranya Purple Heart dan Bronze Star di tahun 1963, Legion Merit Award di tahun 1969 dan 1971, Distinguished Service Medal, Soldiers Medal, dan The Secretary's Award di tahun 1988. Ia juga memperoleh gelar doctor honoris dari Universitas Yeshiva di tahun 1993.

Semua kisah menarik itu bisa disimak dalam buku berjudul Perjalanan Seorang Amerika: Colin Powell. Buku setebal 825 halaman ini memang sarat dengan cerita human interest tentang sisi kehidupan Powell. Bahkan beberapa kisah disampaikan dengan rasa humor dan riang. Lantas, dengan gaya bertutur, Saya, Powell menceritakan secara detail perjalanan hidupnya. Powell juga banyak menghabiskan halaman dalam buku ini untuk sekedar menceritakan masa kanak-kanaknya, perjalanannya ke Jamaika mengunjungi tanah kelahiran orang tuanya, hingga nostalgia masa pacarannya dengan Alma Vivian Johnson. Kisah cintanya dengan seorang gadis yang kemudian menjadi isterinya: ini diceritakan dengan penuh sense of humor. Seperti pengakuan Powell dalam buku ini, kisah kasihnya dengan Alma diawali pada satu kencan buta di musim gugur tahun 1961.

"Dia agak kurus, rambutnya agak kecoklat-coklatan, dan terus terang tubuhnya indah. Saya terpikat kepada sepasang matanya yang bersinar-sinar, ada bayangan hijau yang tidak terasa. Nona Johnson berjalan dengan gemulai dan berbicara dengan anggun, dengan aksen selatan yang halus. Kencan buta boleh jadi berjalan baik" (hal 82).

Lalu ada juga kisah tentang penolakan pemikiran-pemikiran rasialis yang memang sudah ditentang Powell sejak muda. Ceritanya setelah menjadi Kepala Staf Gabungan, Powell memerintahkan untuk memasang poster Martin Luther King, Jr yang berbingkai dan tertulis kata-kata yang sangat damai. "Saya menginginkan poster itu berada di sana untuk mengingatkan saya, serta setiap orang yang duduk di ruangan itu, dalam peranan memimpin dan mempertahankan kebebasan dan mengedepankan keadilan ras"(hal 503).

Buku yang sebelumnya telah terbit dalam bahasa Inggris, tahun 1995, dengan judul My American Journey: An Autobiography, termasuk bestseller di Amerika dan Eropa. Seutuhnya, buku yang menceritakan 35 tahun pengabdian Powell pada AS itu, menarik untuk mengetahui perjalanan hidup dan pemikirannya. Hal ini penting karena Powell yang kini menjadi Menteri Luar Negeri AS berperan penting dalam banyak peristiwa mutakhir dunia.

Aulia Andri, Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Komunikasi UI

No comments:

Post a Comment