Saya memang bukan seorang munsyi. Kerja saya sehari-hari hanyalah sebagai jurnalis di Istana Kepresidenan. Disana –tentu saja, saya hampir setiap hari bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kerja saya pula yang mewajibkan setiap hari saya ikut dalam kegiatan-kegiatan presiden serta jumpa pers yang hampir selalu setiap hari diadakan. Maka itu, saya tak banyak bisa memberi analisa dalam tulisan ini. Saya hanya ingin berbagi soal kacaunya bahasa yang dipakai sang presiden.
Ketika menjadi Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko
Polkam) di Kabinet Gotong Royong, Presiden SBY pernah mendapat penghargaan
sebagai tokoh berbahasa Indonesia lisan terbaik. Penghargaan itu datang dari
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Tak heran, SBY kemudian dikenal punya
lisan yang apik untuk bicara bahasa Indonesia.
Presiden SBY memang punya penampilan yang nyaris sempurna. Tutur katanya
dan bahasa tubuhnya, tampak meyakinkan. Tak heran, iklan Partai Demokrat ketika
masa kampanye dulu, menampilkan SBY dengan tutur bahasa yang mempesona.
Kini masihkah Presiden SBY punya tutur
bahasa yang baik? Teman saya, YW Nugroho, wartawan Harian Suara Pembaruan
“menguliti” tata krama berbahasa sang presiden di hariannya, tanggal 3 Oktober
lalu. Nugroho menceritakan, ketika menemui Forum Rektor, Presiden SBY banyak sekali menggunakan bahasa Inggris.
Padahal
kalau pun di-Indonesia-kan, rasanya presiden tidak akan mengalami kesulitan.
kalau pun di-Indonesia-kan, rasanya presiden tidak akan mengalami kesulitan.
Coba baca kutipan ucapan Presiden SBY ketika berbicara soal subsidi BBM,
katanya, ”Saya juga banyak menghabiskan waktu untuk talk direct to the people." Atau soal unjuk rasa, presiden
mengatakan, "That's democracy. I
know beban rakyat, I know the step of
there economic." Atau yang lain lagi ketika bicara tentang Keputusan menaikkan
harga BBM, dikatakannya, "Bukan berani atau tidak berani, terlambat atau
tidak terlambat ambil keputusan, but
before I made decision harus sudah diolah semuanya, economic factor-nya, social
security political impact-nya. That
all the consideration that
have to made by me."
have to made by me."
Contoh-contoh diatas tentunya sudah cukup untuk menggambarkan kacaunya
bahasa Presiden SBY. Tentunya, tak ada yang salah jika orang seperti saya
bicara ngawur pakai bahasa Inggris
campur bahasa Indonesia. Tetapi kalau seorang presiden seperti SBY bicara
seperti itu, wah ini tentu sudah gawat.
Dalam pandangan saya, sebagai seorang presiden, SBY tentu harus punya tutur
bahasa dan gerak tubuh yang baik. Modal itu, seperti telah saya tulis diatas,
pernah dimiliki SBY. Tapi entahlah, mungkin ketika belum menjabat presiden, SBY
sengaja berbahasa Indonesia dengan baik dan benar, membuat gerak tubuh yang
meyakinkan, serta mengumbar kharisma yang menggoda publik. Tetapi kini, mungkin
hal itu tak perlu lagi. SBY kan sudah terpilih sebagai presiden. Dia punya
legitimasi kuat dari rakyat yang memilihnya dalam pemilihan presiden dan wakil
presiden. Atau mungkin presiden ingin menunjukkan kemampuan bahasa Inggris-nya
yang baik kepada rakyat.
Kalau memang benar dua hal itu yang dipikirkan Presiden SBY, tentu ini jadi
persoalan serius. Bangsa ini memang sedang compang-camping dalam berbahasa. Bahasa
Inggris seenaknya kini masuk dalam tatanan bahasa masyarakat Indonesia. Membuat
pusing dan kadang membingungkan. Tetapi yang lebih membuat saya kadang tak bisa
menahan diri, bagaimana mungkin seorang presiden bisa tidak berbahasa Indonesia
dengan baik dan benar? Dalam Undang-Undang Dasar 1945, juga disebutkan bahwa
Presiden Republik Indonesia harus dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan
benar. Nah, apakah kini bisa dikatakan, Presiden SBY telah melanggar
Undang-Undang Dasar 1945?
Mengakhiri tulisan ini, buat saya, sebagai jurnalis tentu agak repot jika
menuliskan ucapan-ucapan dari seorang presiden dalam kutipan yang –terpaksa,
saya terjemahkan sendiri. Apalagi, dengan rendah hati saya katakan, kemampuan
bahasa Inggris saya mungkin belum sehebat sang presiden. Saya jadi takut salah
menuliskan kutipan, apalagi jika dianggap sampai menghina kemampuan bahasa
Inggris presiden. Jadi ya that’s all,
pak SBY!
ditulis tahun 2004, ketika jadi jurnalis di TPI
No comments:
Post a Comment