Tuesday, 9 August 2016

Rumah Kuno Tjong A Fie, Bangunan Zaman Baheula Sarat Sejarah


Nama Tjong A Fie seolah tak bisa dipisahkan dari sejarah kota Medan. Pasalnya, taipan jaman baheula ini meninggalkan banyak bangunan bersejarah yang menarik untuk dikunjungi di kota Medan.

Tak percaya? Saksikan saja kemegahan rumahnya di Jl Ahmad Yani, Medan, di bilangan Kesawan. Bangunan yang megah berdiri sejak tahun 1900 itu berada tepat di jantung kota Medan. Arsitekturnya bergaya Tiongkok kuno. Sebenarnya rumah kuno di bilangan Kesawan itu tak hanya rumah Tjong A Fie. Puluhan bangunan kuno lainnya yang dibangun pada awal abad 19 masih bisa disaksikan di sepanjang kawasan ini.

Tapi harus diakui, dari puluhan bangunan tua tersebut, rumah Tjong A Fie yang paling menarik. Soalnya, Tjong A Fie dan “istananya” itu merupakan bagian dari sejarah kota Medan yang tak terlupakan.

Memasuki pintu depan rumah peninggalan Tjong A Fie ini ingatan kita akan melayang ke bangunan rumah-rumah di Cina. Dengan pintu depan yang terbuat dari kayu berwarna hijau setinggi lebih kurang 10 meter, dan pagar besi yang kokoh, rumah Tjong A Fie berdiri megah.

Halaman rumah tersebut terhitung sangat luas dengan ditumbuhi berbagai macam tanaman bunga. Ketika masuk kita akan disambut sepasang patung singa yang berdiri di depan pintu rumah. Kemegahan rumah konglomerat Cina jaman dulu ini memang masih tersisa. Paling tidak hal itu masih bisa dinikmati dari foto-foto yang dipajang di ruangan tamu rumah tersebut.

Disana, Tjong A Fie tampak berpose di beberapa bagian rumahnya yang penuh dengan barang-barang antik dari Cina. Juga ada beberapa foto Tjong A Fie dengan Sultan Deli. Sayang, kini barang-barang seperti lemari dan kursi-kursi itu sudah tidak ada lagi. Menurut informasi, cucu-cucu Tjong A Fie menjual barang-barang tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Bangunan kuno bersejarah peninggalan Tjong A Fie ini memang kurang terurus. Hal ini disebabkan karena desakan pengembangan kota Medan. Rumah Tjong A Fie jadi tak nyaman lagi dipandang. Lihat saja, pagar besi dan pintu kayu setinggi 10 meter di depan “membentengi” rumah ini sudah berbatasan langsung dengan jalan raya. Hingga tidak menyisikan bahu jalan sedikitpun.

Tjong A Fie sebenarnya bukan siapa-siapa seandainya dia tidak merantau ke tanah Deli. Tanah harapan (the dream land) yang dijuluki “het dollar land”. Dalam buku “Sejarah Medan Tempo Doeloe” yang ditulis Tengku Lucman Sinar disebutkan Tjong A Fie datang ke Tanah Deli bersama abangnya Tjong Yong Hian. Mereka berangkat dari tanah kelahirannya di desa Moy Hian, Kanton, Cina pada tahun 1970.

Mula-mula mereka membuka perkebunan tembakau dan menetap di Labuhan Deli, sekitar 20 kilometer dari pusat kota Medan saat ini. Disana, selain membuka perkebunan tembakau bersama abangnya, Tjong A Fie juga membuka sebuah kedai yang melayani kebutuhan kuli-kuli daratan Cina yang baru datang ke Tanah Deli. Kedai tersebut dinamai Tjong A Fie, Bun Yon Tjong. Karena banyaknya orang-orang Cina yang merantau hingga membuat kedai Bun Yon Tjong menjadi sangat ramai dikunjungi. Tjong A Fie pun dalam sekejab menjadi kaya raya. Imperium bisnisnya kemudian menjalar kemana-mana. Tjong A Fie kemudian tak hanya dikenal sebagai konglomerat Cina yang sukses di Labuhan Deli. Tapi juga punya kekuatan politik di karena kedekatannya dengan Sultan Deli dan orang-orang Belanda.

Karena dinilai kaya raya dan punya hubungan baik dengan Sultan Deli, pemerintah Belanda menganugrahinya pangkat Letnan. Tercatat tanggal 4 September 1885 pemerintah Belanda mengangkatnya menjadi Letnan. Ini merupakan jabatan bergengsi bagi orang-orang Cina yang ada di Tanah Deli. Bahkan kemudian, Tjong A Fie ditunjuk sebagai kepala orang-orang Cina Tanah Deli.     

Karena kejeliaanya melihat peluang bisnis, pada tahun 1886, Tjong A Fie kemudian memindahkan pusat imperium bisnisnya ke Medan. Kala itu, Medan hanyalah sebuah kampung kecil yang berada diantara Sungai Deli dan Sungai Babura.

Tjong A Fie kemudian membangun rumahnya di Kesawan yang kemudian menjadi pusat bisnis di kota Medan waktu itu. Hal ini bisa dilihat dari puluhan bangunan-bangunan tua berbentuk toko yang masih dilestarikan hingga kini.

Sebagai orang yang kaya raya, Tjong A Fie sangat dihormati di Medan. Dia mendirikan rumah sakit cina pertama di Medan dengan nama Tjie On Jie Jan. Dia juga selalu bertindak menjadi perantara jika terjadi silang sengketa anatar orang Cina dengan tuan-tuan kebon Belanda.

Setelah menjadi orang sukses di Tanah Deli, Tjong A Fie tak lupa akan kampung halamannya. Di propinsi Nanking, Cina, Tjong A Fie membangun sebuah pabrik agar perindustrian disana maju. Atas jasa-jasanya yang begitu besar pada Kerajaan Cina, Tjong A Fie diagkat menjadi bangsawan dengan gelar Tjie Voe dan tahun 1911 gelar itu dinaikkan menjadi To Thay. 

Keluhuran budi Tjong A Fie juga diperlihatkannya ketika di amembangun kuburan khusus untuk orang-orang Cina di Medan. Pasalnya, Tjong A Fie sering menerima laporan bahwa ketika jalur kereta api Medan –Belawan dibangun, para pekerja sering menemukan tengkorak orang Cina. Untuk menghormati orang-orang Cin ayang sudah meninggal itulah kemudian Tjong A Fie membangun sebuah pekuburan Cina di daerah Brayan, Medan.

Selain itu Tjong A Fie ternyata punya peran dalam membangun Istana Maimoon milik Sultan Deli. Ketika itu, sekitar tahun 1888, Sultan Makmun Al Rasyid, sultan Deli yang sedang berkuasa, hendak membangun sebuah istana di Medan. Tjong A Fie pun menyumbang dana untuk membangun istana tersebut. Kabarnya, Tjong A Fie menyumbang 1/3 biaya pembanguan Istana Maimoon yang masih berdiri di  kota Medan.

Yang paling mengesankan adalah Tjong A Fie menyumbang sebuah jam besar pada Kotapraja Medan di tahun 1913. Hingga kini jam itu masih ada di Balai Kota Medan. Jam besar yang dipersembahkan Tjong A Fie unutk kota Medan itu buatan Firma Van Bergen di Heillgerlee, Belanda. Dahulunya jam terebut bisa mengeluarkan bunyi carillon.


Perjalanan hidup Tjong A Fie mau tak mau harus diakui ikut mewarnai perkembangan kota Medan. Dan itu semuanya dijalani dari “istananya” tersebut. Nama Tjong A Fie boleh jadi tak lagi diingat warga Medan, tapi rumah dan peninggalannya menjadi saksi keberadaanya. 

No comments:

Post a Comment