Sejak kisruh Polri dan KPK yang menyeret nama Komjen Budi Gunawan (BG) dan Bambang Widjojanto (BW), saya sudah ingin menulis soal BG. Saya kenal dengan Mas BG atas perantara kakak angkat saya, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati atau akrab disapa Mbak Nuning. Ketika itu tahun 2002, saya berkenalan dengannya saat BG berpangkat Kombes dan berstatus ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri.
Mbak Nuning memang akrab dengan Mas BG karena sama-sama dari Solo. Sekedar informasi, Mbak Nuning merupakan kawan saya ketika sama-sama kuliah S2 di UI. Beberapa kali saya pernah bertemu Mas BG untuk kepentingan diskusi. Mas BG sosok yang haus diskusi. Ia menurut saya berupaya terbuka untuk mengetahui tentang banyak hal. Saya ingat, beberapa kali diskusi topiknya seputar politik, pemerintahan dan hal-hal yang terkait dengan performance pemerintahan Presiden Megawati.
Sejujurnya, saya terkesan dengan mas BG. Ia polisi yang cerdas dan punya intuisi politik yang baik. Pengamatan saya, mas BG sangat hati-hati dalam bertutur dan bertindak. Ia menjaga ritme karirnya. Sebagai jebolan Akpol tahun 1983, ia memang rising star. Apalagi ia berada dalam pusaran kekuasaan Presiden Megawati dan PDI Perjuangan.
Sebagai ajudan, saya yakin mas BG sangat dekat dengan Presiden Megawati. Maka tak heran, pencalonannya sebagai calon Kapolri tunggal dinilai karena desakan Presiden Megawati. Tapi diluar urusan politik, saya sejak dulu yakin mas BG akan jadi orang nomor 1 di Polri. Saya meyakini hal itu, karena dia menapaki karir dengan slow motion. Walaupun, pangkat bintang 1 nya didapat lebih dulu dari rekan-rekannya, saya kok merasa mas BG sangat menjaga karirnya. Ketika menjadi Karo Binkar Mabes Polri, saya sempat menemui mas BG. Kami cuma ngobrol sebentar.
Soal dugaan rekening gendut mas BG yang kini jadi persolan saya sama sekali tak paham. Sepengetahuan saya, Mas BG memang punya beberapa bisnis. Sekilas ia memang polisi kaya. Dulu ia yang membantu saya membayar uang kuliah di UI. Mengenai kekayaannya, info yang saya dapatkan, isterinya lah yang mengurusi bisnis tersebut.
Lama tak mendengar kabar tentang mas BG, suatu hari saya bertemu seorang pamen Polri. Ia mengabarkan bahwa calon Kapolri menggantikan Jenderal Sutarman adalah BG. Saya bersorak girang, sembari membenarkan firasat saya akan karir Mas BG.
Seiring berjalannya waktu dan munculnya berbagai persoalan, saya kemudian melihat drama politik bermunculan. Episode demi episode drama calon Kapolri BG ditayangkan dalam berbagai kesempatan. Media menjadi corong ampuh. Saya mengelus dada. Sebagai teman, saya prihatin dan menyatakan simpati atas apa yang terjadi pada mas BG. Saya ingin menegaskan, apapun yang terjadi pada mas BG, ia tetap menjadi sosok polisi yang patut dihormati. Karirnya di Polri harus dihargai sepantasnya oleh pemimpin negeri ini.
Ini bukan soal mas BG jadi Kapolri atau tidak. Ini persoalan bagaimana seorang perwira tinggi Polri seperti mas BG dihargai oleh masyarakat, bukan hanya anggota Polri. Saya salut atas apa yang sudah dilakukan mas BG. Biarlah nanti waktu yang akan menilai apa yang benar atau salah dalam masalah ini. Maju terus mas BG.
Medan, 14 Februari 2015
No comments:
Post a Comment