Hidup itu memang penuh rencana. Apalagi bagi kita yang hidup dalam masyarakat modren seperti ini. Pernahkah Anda merencanakan hidup Anda? Tanpa bermaksud menggurui saya berpendapat (mengutip Rhenald Kasali) bahwa ada dua ciri utama yang umumnya berlaku dalam masyarakat kita saat ini. Masyarakat yang biasa hidup tanpa rencana.
Pertama, seseorang tidak perlu membuat janji untuk datang. Dalam masyarakat kita saat ini, seringkali seseorang tak perlu repot-repot membuat janji sebelum bertemu. Kita biasa saja berkunjung atau dikunjungi kapan saja.
Contoh yang paling konkret adalah ketika kita mengunjungi seorang dokter. Biasanya, praktek dokter di sini didasari prinsip first come first serve. Meski kemarin Anda sudah membuat janji dan mendapat nomor tiga, tapi begitu hadir sudah ada enam orang yang antre, Anda akan mendapat giliran yang ketujuh. Mengherankan bukan?
Tentu saja kebiasaan ini bukan hanya terjadi di ruang praktek dokter, melainkan juga dalam banyak aktivitas kehidupan di Indonesia. Lain dengan di Amerika, Anda tak bisa menemui dokter bila tak membuat janji. Makanya, di Amerika Anda hampir tak akan pernah menemui satu pasien pun yang antre di ruang tunggu dokter, karena semua datang sesuai dengan jadwalnya masing-masing.
Di negara yang masyarakatnya sangat menghargai waktu, segala sesuatunya serba terencana, dan manusia bisa mengatur hidupnya seefisien mungkin. Kedua, ciri masyarakat yang biasa hidup tanpa rencana akan berbicara dengan enteng. Padahal dalam masyarakat modern, kata-kata Anda akan
dipegang lawan bicara.
Janji adalah janji, dan setiap janji yang diucapkan dalam forum-forum resmi dianggap sebagai kebijakan yang mengikat karena mereka tahu janji itu tidak mengalir begitu saja, tapi merupakan bagian dari sebuah rencana yang telah dipikirkan sebelumnya.
Dalam masyarakat komunal, orang bisa saja mengucapkan sesuatu dengan enteng karena orang sudah saling mengenal dan tahu mana yang dianggap sebagai pembicaraan serius dan mana yang main-main. Jadi, apa yang diucapkan bisa mengalir begitu saja yang kadang kala dipengaruhi mood yang sifatnya sesaat.
Kedua ciri diatas tentu saja tak bisa dinafikkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dalam pandangan sempit, mengatur rencana memang seolah hanya membuat jadwal kegiatan, susunan acara, dsb.
Tapi betulkan seperti itu? Sebuah rencana yang baik sebenarnya adalah hasil dari suatu kesepakatan yang disusun bersama dengan memperhatikan berbagai kesempatan dan konstrain yang dihadapi. Hasilnya, sebuah konsensus yang mengikat banyak orang. Konsensus ini tentu diperkaya visi para pemimpin yang mampu melihat ke depan karena pengalaman dan keahliannya yang mumpuni.
Mengutip Henry Mintzberg, planning is future thinking. Maka, bisa dibayangkan apa jadinya sebuah organisasi apapun bentuknya jika dikomandani para "tukang" yang tak mempunyai rencana!
Jumat, 16 Sept 2000
No comments:
Post a Comment