Wednesday, 19 September 2012
Untuk Sang Raja Gelar (Kehormatan)
Tuan penguasa yang kami hormati. Selamat mendapat gelar di bumi kami. Tuan boleh bangga dengan sederet gelar di pundak tuan. Mulai Upu Latu Ratmaran Siwalima dari Bumi Maluku, Yang Dipatuan Maharajo Pamuncak Sari Alam dari Bumi Minangkabau, dan Datuk Pengayom Sri Setia Amanah dari Tanah Palembang. Besok lusa, tuan boleh tersenyum lebar karena deretan gelar tuan akan kembali bertambah. Tuan akan menjadi Patuan Sorimulia Raja, gelar tertinggi dalam masyarakat Mandailing.
Tuan penguasa yang kami hormati. Sesungguhnya bukanlah gelar yang ingin kami nikmati dalam kekuasaan tuan. Sesungguhnya bukanlah gelar yang membuat kami hormat pada tuan. Tuan sudah punya gelar Doktor dari perguruan tinggi terkemuka di negeri ini. Itu pun sudah membuat kami bangga. Tak perlu lagi tuan tambahi dengan sederet gelar adat. Kami hanya ingin tuan menggunakan sedikit kecerdasan tuan untuk membangun negeri ini. Membuat negeri lebih bermartabat. Kami sesungguhnya tak ingin lagi para TKI-nya disiksa di luar negeri tanpa pembelaan.
Kami kagum atas kecerdasan tuan memilih kata, membangun mimik wajah dan kepiawaian mengolah gerak tubuh. Ketika di televisi, tuan sangatlah sempurna. Baju batik yang tuan kenakan bersama isteri sangatlah seragam dan serasi. Tak pernah kami saksikan tuan mengenakan batik yang sama pada dua kali kesempatan. Ini menunjukkan tuan sangatlah fashionable. Tuan mempunyai selera yang tinggi terhadap penampilan.
Maka itu, ketika tuan menangis sambil menunjukkan mata sembab karena kurang tidur dan terus terjaga untuk negeri ini, kami tercengang. Kami merasakan kegelisahan tuan menjaga negeri ini. Dan ketika tuan tertawa sambil melantunkan tembang ciptaan sendiri, kami pun gembira. Selanjutnya, ketika tuan menghibur korban bencana alam dengan berdendang, kami tesenyum girang. Walaupun setelah tuan pergi, bantuan logistik berhenti dan para pengungsi mengeluh.
Lihatlah tuan, kekaguman kami pada anda, kami tunjukkan dengan kemampuan menjawab soal test masuk pegawai negeri sipil yang mencantumkan pertanyaan judul lagu ciptaan tuan. Kami juga menunjukkan kekaguman untuk kemampuan tuan melindungi umat beragama atas kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang lain. Tuan boleh bilang bahwa orang Kristen boleh beribadah bebas di gerejanya. Umat Muslim boleh memilih berlebaran sesuai petunjuk ulama.
Harus kami akui, tuan juga sangat lihai memilih pembantu. Ketika Tuan tak senang dengan Sri Mulyani, ia dicampakkan ke luar negeri. Tuan tak peduli walaupun rupiah terus terpuruk. Tuan tak menganggap itu sesuatu yang mengkhawatirkan. Tuan menganggap keadaan ekonomi di negeri ini masih stabil. Padahal harga cabai melambung tinggi. Sementara pendapatan kami tak kunjung naik.
Tapi begitupun kami juga melihat tuan begitu arif. Tuan tahu apa yang kami inginkan. Ketika Timnas Indonesia bermain gemilang, tuan menyadari bahwa sepakbola bisa menjadi penawar kesusahan kami. Tuan kemudian ikut bersorak ketika Bambang Pamungkas atau Gonzales merobek-robek jala lawan. Tuan juga ikut histeris ketika Markus Haris Maulana harus kebobolan gawangnya. Maka atas nama sepakbola Indonesia di masa depan, tuan tak sudi pada Nurdin Halid. Entah karena ia lengket dengan Abu Rizal Bakrie atau Jusuf Kalla, tuan kemudian merestui upaya pemakzulannya.
Tuan penguasa yang kami hormati. Terkait gelar kehormatan adat yang akan tuan terima esok atau kemarin, kami mengucapkan selamat. Kami di Sumatera Utara yang beragam etnis ini sangatlah terbiasa dengan budaya egaliter. Kami selalu menempatkan manusia sesuai fungsi yang dijalankannya dalam masyarakat. Jika kami anggap ia orang pintar, maka kami akan menjadikannya tempat bertanya. Kami kemudian memberinya gelar “Tuan Cerdik Pandai”. Jika ia selalu menjadi tempat mengadu dan meminta nasihat, maka kami menggelarinya “Tuan Nasihat”. Nah, ketika tuan mendapat begitu banyak gelar, maka tak berlebihan kami layak menyebut anda “Raja Gelar”. Yakinlah tuan, seperti yang kami tulis diatas, tidak ada keinginan kami mengolok-olok atau menista tuan. Jika tuan merasa tersindir atau marah, sudilah tuan melupakannya saja. Karena kami menulis ini semata-mata hanya karena kekaguman pada tuan.
Aulia Andri, Pengamat Komunikasi Politik dari Unimed
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment