Tuesday 28 August 2012

Asal Usul Semua Urusan Mesti Uang Tunai

Miris membaca berita-berita di berbagai media tentang korupsi di Sumatera Utara (Sumut). Kisahnya simpelnya begini. Walikota Medan periode 2005-2010, Abdillah ditangkap dan dihukum Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) karena urusan korupsi mobil pemadam kebakaran (damkar). Tak lama berselang, Wakil Walikota Medan, Ramli Lubis menyusul dengan kasus yang hampir sama. Keduanya divonis penjara oleh KPK. "Kesialan" Kota Medan karena mempunyai pemimpin ditangkap KPK kini berbuntut panjang. Sekitar bulan Oktober 2010 lalu, KPK kembali menahan Gubernur Sumut, H Syamsul Arifin. Gubernur "terlucu" se-Indonesia ini disangka menilep uang negara Rp 102 milyar. Ia kini ditahan oleh KPK di Cipinang. Tak lama Syamsul ditahan, eh, giliran Walikota Medan periode 2010-2015, Rahudman Harahap yang disangka Kejaksaan Tinggi Sumut. Rahudman yang baru terpilih sebagai walikota ini dituduh menggelapkan uang tunjangan aparat desa ketika menjadi Sekretaris Daerah (Sekda) Tapanulis Selatan (Tapsel), Sumut sebesar Rp 1,5 milyar. Walaupun belum "gol" ke bui, status Rahudman kini sudah menjadi tersangka.
Indonesian Corruption Watch (ICW) sendiri dalam catatannya pada semester pertama tahun 2010 menempatkan Sumut di rangking pertama sebagai kawasan terkorup. Ini tentu menyedihkan sekaligus memprihatinkan. Sebagai "anak Medan" yang lahir dan besar di Medan, Sumut, saya miris melihat keadaan ini. Pertanyaan mendasar adalah apakah sedemikian parah korupsi di Sumut? Apakah memang orang-orang Sumut punya gen yang lebih padat dalam hal korupsi?
Saya tak mungkin membela diri jika kami di Sumut dianggap sebagai "keturunan" koruptor. Sama ketika orang-orang di Jakarta memvonis bahwa semua orang dari Sumut pasti (suku) Batak. Namun saya hanya ingin mengatakan bahwa apa yang terjadi di Sumut semuanya adalah diluar kehendak kami. Gubernur yang (disangka) korup, walikota yang divonis bersalah, semuanya itu merupakan "takdir" bagi kami. Sebagai orang yang waras, saya juga kadang tak habis pikir ketika Abdillah pulang ke Medan, usai ditahan KPK, ia disambut ribuan orang bak pahlawan. Seorang teman saya di status Facebooknya menulis: "Koruptor kok disambut kayak pahlawan". Saya tersenyum membaca status itu.
Apa yang terjadi di Sumut sebenarnya tak seperti yang banyak dibayangkan oleh "orang Jakarta". Saya masih menjumpai orang-orang yang mempunyai kredibitas dan integritas tinggi. Walaupun, ya cuma untuk kelas di propinsi kami saja. Tapi saya yakin, orang-orang ini masih punya nurani.
Tulisan ini pun saya buat karena kemirisan saya ketika menuliskan kata "Sumut" di Google. Ketika tombol search saya tekan, maka keluarlah beragam artikel terkait korupsi. Ini mengkhawatirkan bagi saya. Sebagai orang Sumut, saya ingin kawasan ini juga maju dan tentram. Saya teramat mencintai Medan, tempat kelahiran saya. Walaupun (dengan becanda) beberapa teman selalu memplesetkan SUMUT (dengan huruf kapital semua) dengan Semua Urusan Mesti Uang Tunai, namun saya yakin tidaklah semua orang atau pemimpin di Sumut mata duitan dan berlabel koruptor.
Medan, 11 Desember 2010
Aulia Andri, Part Time Hero

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Jakarta, Aktual.com — Politikus PKS Fahri Hamzah enggan menanggapi soal penahanan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, yang juga merupakan kader PKS.

    “Isunya terlalu rutin, nggak ada yang menarik, terlalu biasa sudah,” kata Fahri, di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (4/8).

    Gubernur Sumut Ditahan, Fahri: Capek Nanggepinya..

    ReplyDelete